Broadband adalah koneksi kecepatan tinggi yang memungkinkan akses Internet secara cepat dan selalu terkoneksi atau “ always on ”. Kalau dirunut ke belakang, sejarah broadband bergerak mulai dari ditemukannya kabel serat optik pada tahun 1950, dimana sebelumnya kebutuhan komunikasi data belum dibutuhkan dalam kecepatan tinggi. Baru pada 1990an muncul kebutuhan yang besar terhadap transfer data kecepatan tinggi dan era broadband mulai. Saat itu, andalannya lebih pada kabel serat optik.
Tahun 1999, perkembangan transfer data kapasitas besar dan kecepatan tinggi mulai banyak digunakan, utamanya dengan maraknya layanan TV kabel yang membutuhkan kabel modem. Saat itu, tak kurang dari 1,5 juta pelanggan TV kabel semakin menyemarakkan era baru, broadband.
Namun, karena kabel serat optik ini cukup mahal, maka perkembangan broadband boleh dikatakan relatif lambat, dan penggunanya pun terbatas. Belakangan, meski TV kabel sudah banyak pelanggannya, perkembangannya lebih banyak dipicu oleh munculnya teknologi ADSL (asymmetric digital subscriber line). ADSL sanggup melewatkan jutaan bit informasi dalam hitungan detik pada jaringan telepon biasa.
ADSL broadband bekerja pada dua kecepatan, menerima dan mengirim data, sehingga sangat cocok digunakan untuk browsing dan mengirim atau menerima e-mail. Kecepatan pengiriman datanya, lebih lambat dibandingkan menerima data. ADSL standar menerima data atau informasi pada kecepatan 2 Mbps (35 kali lebih cepat dari modem standar) dan mengirim data pada kecepatan 256 Kbps ( lima kali lebih cepat). Namun, umumnya rentang kapasitas broadband antara 256 Kbps dan 10 Mbps.
Selain ADSL, ada SHDSL Broadband (symmetric high bit rate DSL), yang mampu mengirim dan menerima data pada kecepatan yang sama, yakni hingga 2 Mbps. Karenanya, SHDSL ini sangat cocok digunakan untuk berbagai bisnis yang membutuhkan data dalam jumlah besar dan kecepatan tinggi, misalnya mengirim dan menerima e-mail dengan lampiran yang besar, file audio dan video. Atau, digunakan oleh perusahaan-perusahaan yang terhubung ke berbagai aplikasi virtual private network (VPN).
Ultrabroadband
Broadband semakin menunjukkan perkembangan pesat. Hingga akhir 2004 jumlah pelanggannya telah mencapai 140 juta dan pertumbuhannya sangat cepat. Riset Yankee Group memperkirakan bahwa pada 2008 mendatang akan terdapat 325 juta pelanggan. Karenanya, broadband boleh dibilang merupakan teknologi yang perkembangannya paling cepat dalam sejarah. Kalau telepon bergerak (mobile phone) membutuhkan waktu 5,5 tahun untuk bertumbuh dari 10 juta ke 100 juta pengguna di seluruh dunia, maka broadband mencapainya hanya dalam waktu 3,5 tahun.
Pertumbuhan cepat tersebut sebagian besar dipicu oleh perkembangan yang terjadi di kawasan Asia Pasifik, terutama Jepang dan Korea Selatan. Dengan jumlah penduduk mencapai 48,6 juta jiwa, dimana 10 juta penduduknya bermukim di Seoul, pada 2004 pengguna Internet Korea telah mencapai 35,7 juta. Pada saat yang sama, dari jumlah itu, 84 persennya (30 juta) merupakan pelanggan broadband, baik menggunakan DSL maupun cable modem . Tahun 2008, Korea menargetkan untuk mencapai 100% pelanggan broadband.
Di sisi lain, meski dapat menggunakan bermacam-macam teknologi, namun operator tak dapat menyediakan semua jenis teknologi itu, dan sebaliknya tak ada satu teknologi untuk semua keperluan layanan broadband. Berbagai variasi pilihan dan aspek bisnis yang didasarkan pada perkembangan kebutuhan, sehingga dapat memberikan hasil yang optimal, baik dalam layanan maupun perolehan bisnis, perlu menjadi pertimbangan strategis ke depan.
Perkembangan ke depan, tampaknya, tak lagi terjebak dalam mempertentangkan antara DSL vs cable modems atau fixed-line vs wireless . Meski perkembangan nirkabel menuju layanan 3G atau 4G juga tak kalah serunya. Saat ini ke depan, tampaknya akan ada banyak pilihan, mulai dari sambungan kabel hingga nirkabel, mulai dari ADSL, ADSL2+, VDSL, VDSL2, Ethernet, hingga Wi-Fi, 802.16 (WiMAX), dan FTTH (fiber-to-the-home) atau FTTB (fiber-to-the-building). Nantinya, juga akan berkembang MBWA (mobile broadband wireless access).
“Tergantung kebutuhannya, beberapa pilihan tersedia dan siap digunakan,” ujar Armando Pereira, GM bisnis optikal, Centillium. “Jika infrastrukturnya belum tersedia, maka nirkabel pilihan yang terbaik. Jika Anda mencoba menghubungkan antar rumah, misalnya berjarak 3 km, sebaiknya gunakan kabel serat optik kalau membutuhkan sambungan yang handal. Untuk jarak yang lebih pendek, gunakan gunakan DSL.
Pendekatan campuran, yang memadukan beberapa kapabilitas, oleh John Giametto, Presiden Nortel Networks Asia , disebut sebagai “ultrabroadband”. Ini merupakan pendekatan yang logis untuk melayani beragam kebutuhan terhadap broadband. “Ultrabroadband merujuk pada berbagai kombinasi kebutuhan penyedia layanan,” tambah Giametto.
Untuk negara seperti Indonesia dan Thailand , misalnya, yang membangun kabel bukan saja sulit, tetapi juga mahal, alternatif nirkabel menjadi lebih logis. Ini dibuktikan dengan upaya Telkom menggelar layanan ADSL dengan brand TelkomLink Multi Media Access (MMA). Belakangan Telkom juga muncul dengan produk Speedy.
Contoh lainnya, India . Di negeri Bollywood ini, terdapat 40 juta sambungan telepon dan sekitar 4 juta komputer. Dengan pasar di mana setiap rumah yang memiliki telepon hanya sepersepuluhnya memiliki PC, maka sebaiknya tidak mengembangkan akses Internet berkecepatan tinggi, melainkan langsung mengembangkan layanan video, karena hampir setiap rumah pasti memiliki TV.
Karenanya, perkembangan broadband mestinya mendukung apa yang disebut value-added broadband , yang mampu memberi pengalaman baru yang mudah semudah menghidupkan TV, apapun perangkat yang digunakan. Namun, tantangannya tak berhenti di sana , karena untuk menyediakan layanan seperti itu, yang berarti membutuhkan teknologi multi akses, diperlukan tingkat interoperabilitas yang tinggi, sehingga memudahkan dalam pengelolaan jaringan dan pelanggan. Tantangan lainnya adalah bagaimana operator dapat bekerjasama dengan sejumlah penyedia konten untuk semakin memperkaya layanan dan kontennya.
Tantangan untuk menyediakan layanan broadband berbasis pelanggan, dengan begitu, harus terus diupayakan. Andalannya, saat ini, tentunya tak hanya pada jaringan kabel, melainkan juga nirkabel. Namun, ke depan ini setidaknya ada beberapa teknologi yang prospektif untuk itu, yang dianggap sebagai langkah selanjutnya dari perkembangan teknologi broadband, antara lain: Metro Ethernet, VDSL/ADSL 2+, FTTH, IP wireless, CDMA-1x EV-DO dan WiMAX.
METRO ETHERNET
Metro Ethernet menjanjikan biaya modal dan operasi yang lebih kecil, interoperabilitas multi-vendor, diferensiasi layanan dan memberikan fleksibilitas. Kalangan operator di Asia, seperti Korea, Hong Kong, China daratan, Singapura dan Australia memanfaatkan metro Ethernet sebagai teknologi akses yang menghubungkan ke MPLS ( multi protocol label switching ) backbone .
Forum Metro Ethernet telah mendefinisikan enam jenis layanan untuk para penyedia metro Ethernet, antara lain:
Ethernet private line,
Ethernet relay,
Ethernet multipoint services (virtual private LAN service),
dan akses Ethernet ke MPLS VPN.
Jangkauan Ethernet menjadi lebih luas dengan telah dibangunnya jaringan internasional yang mampu menghubungkan antar jaringan Ethernet mandiri (inter-autonomous international Ethernet network) oleh Hutchison Global Communications (Hong Kong) dan KT Corporation (Korea Selatan), Pengembangannya menggunakan VPLS (virtual private LAN service), teknologi alternatif dari IP-VPN (internet protocol – virtual private network). Seperti IP-VPN, VPLS berjalan di atas jaringan IP/MPLS yang dirancang untuk berintegrasi dengan jaringan pelanggan dan operator.
Saat ini, tak hanya operator yang antusias dengan metro Ethernet – organisasi, seperti bank maupun universitas juga banyak menggunakan metro Ethernet guna membangun metro WAN (wide area network) untuk keperluan internal.
IP WIRELESS
Harapan pelanggan terhadap broadband, tampaknya tak mampu dipenuhi oleh sistem 3G yang ada saat ini. Kecepatannya kalah dibandingkan DSL atau kabel modem. Ada Wi-Fi ( Wireless Fidelity ), meski kecepatannya tinggi, namun jangkauannya kecil dan cocok digunakan untuk lingkungan terbatas, seperti hotspot atau rumah.
Kalangan industri tampaknya menoleh ke sistem nirkabel berbasis IP, yang sering juga disebut sebagai “3.5G”, “4G” atau, “real 3G (pendukungnya, antara lain: ArrayComm, Flarion Technologies, IP Wireless dan Navini Networks). “Real” 3G tidak diperoleh dari jaringan suara bergerak yang dioptimalkan untuk data, melainkan dari all-IP WAN (wide-area networks), yang dapat diakses oleh berbagai perangkat, baik modem PC, laptop PC card dan PDA dalam kecepatan megabit.
Umumnya sistem IP nirkabel menggunakan teknologi TDD, yang dapat digunakan dalam spektrum terpisah, sehingga kanal downlink dan uplink dapat berjalan dalam frekuensi yang sama, sehingga efisien dalam penggunaan spektrum dan murah.
Teknologi ini telah digunakan secara komersial oleh ArrayComm. Melalui iBurst bekerjasama dengan Personal Broadband Australia (PBA) telah dikembangkan layanan wholesale transport service di Sydney. Nextel di Amerika meluncurkan layanan komersial FLASH-OFDM pertama tahun ini. Sementara sejumlah penyedia layanan Asia termasuk Vodafone KK, Telstra, KT Corp., SK Telecom dan Hanaro Telecom, tengah melakukan uji coba.
Time dotCom dari Malaysia menerapkan broadband nirkabel dari Navini di kawasan lembah Klang dengan tujuan membangun layanan 3G, Wi-Fi hotspots dan fixed-line broadband sekaligus.
Teknologi IP wireless yang sedang hangat belakangan ini adalah 802.16a WiMAX (worldwide interoperability for microwave access). WiMAX sangat potensial memperluas jangkauan Wi-Fi, karena kemampuan transfer data yang jauh lebih cepat dan berkapasitas besar, yakni mencapai 80Mbps dalam jarak radius 30 mil.
WiMAX bukan akan menjadi satu-satunya backbone komunikasi berbasis broadband, karenanya, nantinya, berbagai perangkat nirkabel akan dapat memanfaatkan keduanya, baik WiMAX maupun Wi-Fi. WiMAX juga merupakan upaya standarisasi antara IP berbasis 802.16 dan WMAN (wireless metropolitan network) broadband berbasis ETSI HiperMAN (high-performance radio metropolitan area network).
Di Asia, negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan, China, India, Malaysia dan Indonesia menunjukkan ketertarikannya pada WiMAX ini, terutama karena kemampuan broadband-nya yang efisien dan mencakup area yang lebih luas.
Yang menarik, tak seperti komunikasi generasi kedua (2G) dan ketiga (3G), WiMAX (4G) ini dapat diintegrasikan dengan jejaring kabel Ethernet. Ini semakin memungkinkan pedesaan di pedalaman dapat terhubung menggunakan jejaring kabel Ethernet menggunakan telepon IP (VoIP- voice over internet protocol ). Komunikasi data paket berbasis IP dapat juga dioptimalkan oleh WiMAX.
FTTH
Saat ini, ADSL dan kabel modem tampak mendominasi lanskap broadband, namun kini semakin banyak juga yang menggunakan apa yang disebut fiber-to-the-home (FTTH), atau fiber-to-the-premises (FTTP), yang mampu mengatasi keterbatasn kabel biasa. FTTH meski potensial, namun beberapa tahun yang lalu masih belum kompetitif, karena harganya relatif mahal.
Tetapi beberapa pasar, seperti di Jepang, Korea Selatan, Swedia dan Italia kini memiliki penetrasi FTTH yang cukup kuat, terutama karena meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap broadband di negara tersebut.
Pelanggan FTTH di Jepang awal 2003 lalu telah mencapai lebih dari 233.000 dan akhir Maret 2004, jumlahnya meningkat menjadi 1,1 juta, sementara pelanggan broadband-nya mencapai 15 juta. Namun, pertambahan pelanggan setiap bulannya mencapai 100.000, sementara pelanggan DSL dari tahun ke tahun terus menurun. Banyak pelanggan DSL yang berpindah ke FTTH.
Sementara NTT East dan NTT West, yang saat ini mendominasi pasar FTTH Jepang berencana meningkatkan basis pelanggan mereka dari 705.000 akhir Januari menjadi dua juta akhir April 2005. Hal itu dimungkinkan, karena NTT membangun jaringan baru, yakni passive optical network (PON).
Di sisi lain, FTTH bukan tanpa saingan. Jaringan kabel yang ada sekarang inipun kabarnya dapat ditingkatkan kemampuannya untuk mendukung Ethernet dan VDSL berkapasitas 50Mbps, yang sedikit lebih tinggi dari kecepatan FTTH. Jika hal ini terealisasi, maka FTTH jelas akan menghadapi persaingan yang berat dari jaringan kabel tembaga.
VDSL/ADSL2+
ADSL berkemampuan 1,5 Mbps tampaknya akan kadaluarsa. Soalnya, jaringan ini tak lagi mampu menghantarkan kanal video berkualitas broadcast . Menurut analis Yankee Group, video stream MPEG-2 setidaknya membutuhkan kapasitas 2 Mbps; sinyal berkualitas DVD membutuhkan 4 hingga 5 Mbps; dan HDTV (high definition television) membutuhkan sekitar 9 Mbps.
Hal itu akan diisi oleh VDSL (very high speed DSL), yang mampu menghantarkan antara 13 Mbps dan 50 Mbps, tergantung jaraknya terhadap DSLAM (digital subscriber line access multiplexer). Layanan ini banyak diminta di Jepang, Korea Selatan dan Hong Kong.
VDSL, yang banyak diterapkan di gedung-gedung dan blok apartemen, juga dapat bekerja pada jaringan metro Ethernet dan FTTH. Metro Ethernet membutuhkan DSL pada 10 Mbps untuk menjangkau jaringan pelanggan, sementara FTTH membutuhkannya untuk menjembatani perkabelan di gedung-gedung.
Ke depan, teknologi DSL akan terus berkembang menuju ADSL2+ dan ADSL2. Keduanya menawarkan beberapa keunggulan, antara lain fleksibilitas daya, adaptasi yang lebih terbuka, dan meningkatkan interoperabilitasnya. ADSL2+ memiliki frekuensi trafik antara 1,1 MHz dan 2,2 MHz, dan bekerja antara 15 Mbps dan 25 Mbps dengan jarak hingga 6,000 kaki dari DSLAM.
CDMA2000 1x EV-DO
CDMA (code division multiple access) merupakan teknologi 3G yang kini mulai banyak digunakan, utamanya di Korea Selatan, Jepang, Amerika dan China . Namun, sebenarnya CDMA juga melayani sistem 450-MHz dan WLL (wireless local loop), yang masing-masing sistem dapat ditingkatkan ke CDMA 1x dan EV-DO.
Saat ini, menurut CDMA Development Group, setidak ada 19 operator yang menerapkan CDMA-WLL menggunakan sistem 1x, dan satu – Vesper dari Brazil – menerapkan EV-DO. Sembilan operator CDMA450 telah menggunakan layanan berbasis 1x, sedang yang lainnya masih dalam tahap uji coba.
Kalangan vendor dan operator mulai melirik EV-DO dan memandangnya sebagai pesaing 802.11 (Wi-Fi), 802.16 (WiMAX) dan 802.20 MBWA (mobile broadband wireless access), baik dalam jangkauan, efisiensi dan biaya. Bagi mereka yang telah menerapkan CDMA diperkirakan tak terlalu sulit meningkat ke EV-DO untuk digunakan sebagai akses broadband last-mile sebagaimana DSL yang berbasis biaya per bit.
EV-DO diperkirakan akan mengabil layanan Wi-Fi sebagai solusi “anywhere access” hampir sama dengan IP wireless. Kalangan operator EV-DO, seperti SK Telecom, KDDI dan Verizon telah menawarkan layanan akses data menggunakan EV-DO PC cards. Aplikasi potensial dari EV-DO ini, antara lain untuk digunakan sebagai Wi-Fi hotspot , karena kecepatan akses datanya cukup besar, yakni 3,1 Mbps (downstream) dan 1,8 Mbps (uplink). Selain itu, juga dapat digunakan untuk VoIP.
Selain itu, ada juga HSDPA (high-speed data packet access), yang merupakan langkah evolusioner dari W-CDMA dan, yang kurang lebih, setara dengan EV-DO. W-CDMA menjanjikan kecepatan akses data maskimum teoritis hingga 10 Mbps.
Di samping itu, perkembangan broadband ke depan juga akan didorong oleh teknologi nirkabel, yang saat ini pelayanannya mulai bergerak dari GPRS ( general packet radio services ), menuju EDGE ( enhanced data rates for global/GSM evolution ) dan, nantinya, WiNMAX dan mobile WiMAX. Ke depan, WiMAX pun tampaknya akan bersaing ketat dengan standar lainnya, yakni FLASH-OFDM.
[..Baca Selengkapnya..]